Thursday 9 June 2016

Tattoo Bukan Kriminalitas

 
Tubuh adalah pusat perhatian. Tubuh adalah awal dari visualisasi diri seseorang. Untuk itu tubuh juga merupakan sebuah wadah ekpresi. Yang tidak akan pernah henti-hentinya diekplorasi, didandani, dirawat atau bahkan dibuat derita, dilukai dsb. Ibarat sebuah kanvas, tubuh telah dijadikan ajang memvisualisasikan diri bagi siapa saja.Takterkecuali bagi kita semua. Tak jarang kita mencoba bereksperimen dengan tubuh kita.

           Sekarang disekitar banyak kita temui orang dengan piercing atau bahkan tattoo di tubuhnya. Sebenarnya fenomena ini bukanlah sesuatu yang baru, akan tetapi dewasa ini budaya ini telah menjadi suatu trend. Apa tanggapan kita ketika melihat mereka ? para orang tua akan bilang mereka berandalan, so buat anak cewek jangan deket-deket mereka. Anak muda yang penganut trend_aholic akan bilang mereka keren atau cool. Seorang agamawan akan bilang mereka berdosa. Tulisan kali ini ingin melihat piercing dan tattoo dari sudut pandang yang lain. Yang bukan hanya sekedar melihat ini sebagai trend apalagi menjustifikasi bahwa itu adalah perbuatan dosa.
Criminal atau gak ?


Kata tattoo berasal dari tahitian, “tatu” yang berarti “untuk menandakan sesuatu”. Maksud dari menato ada bermacam-macam, dari mulai alasan kebudayaan sampai sesuatu yang dianggap modis dan trendi. Tato memiliki sesuatu yang sangat penting dalam suatu ritual atau tradisi. Di Borneo misalnya, para wanita menato dirinya sebagai simbol yang menunjukkan keahlian khusus mereka. Suku Maori di New Zealand membuat tato yang berbentuk ukiran-ukiran spiral pada wajah dan pantat. Menurut mereka, ini adalah tanda bagi keturunan yang baik. Di Kepulauan Solomon, tato ditorehkan di wajah perempuan sebagai ritus untuk menandai tahapan baru dalam kehidupan mereka. Hampir sama seperti di atas, orang-orang Suku Nuer di Sudan memakai tato untuk menandai ritus inisiasi pada anak laki-laki. Orang-orang Indian melukis tubuh dan mengukir kulit mereka untuk menambah kecantikan atau menunjukkan status sosial tertentu.

Di Indonesia yang namanya orang bertato sudah mesti diidentikan dengan kriminalitas. Bahkan sempat ada sejarah bahwa di jaman 1980-an banyak orang bertato menjadi korban PETRUS (Penembak Misterius). Alasan yang dikemukakan pun para korban adalah para preman kambuhan, yang banyak merugikan. Masyarakat ketika itu. Tapi di tempat lain tattoo justru menjadi suatu adapt istiadat. Sampai sekarang belum ada yang suatu alasan jelas kenapa makna tattoo berubah dari sekedar seni, adapt istiadat, ukiran dekoratif bergeser menjadi suatu tanda bagi seorang preman.
Sekarang kita lihat telah banyak studio tattoo di sekitar kita.

Para seniman tattoo pun semakin banyak. Mereka melihat tattoo sebagai suatu karya kesenian. Bahkan mereka sangat menentang dan ingin merubah image bahwa tattoo adalah krminal. Seperti sebuah lagu dari Marjinal (Masberto – masyarakat bertatoo) sebuah band punk anarko mereka adalah orang merdeka yang mengekspresikan lewat berseni dan berkarya. Sama halnya dengan piercing yang kemudian sering diidentikan dengan kekerasan dan jalanan. Sejarah piercing (safety pins dan nipple pins) berkembang sejak 1970-an. Budaya ini adalah kombinasi dari semangat do-it-yourself dan counter culture. Adalah Sex Pistols band punk yang kemudian mampu menembus budaya mainstream ketika itu. Dengan hits god save the queen dan gambar sampul kaset yang menampilkan sosok ratu Elizabeth dengan tindikan dihidung. Dengan celana sobek-sobek, aksesori peniti, rantai dan tindikan esensi dari kesemuanya adalah perlawanan terhadap budaya mainstream.

Yah menurut semangat counter culture, budaya mainstream harus dilawan. Karena budaya mainstream adalah budaya produk kapitalisme. Makanya kemunculan piercing juga merupakan salah satu hasil dari perlawanan terhadap budaya mainstream ketika itu.
“Kami Seniman Bukan Koruptor”

Tattoo dan piercing adalah seni. Anak muda yang haus akan suatu perubahan, telah menjadikan ini sebagai suatu wadah pemberontakan mereka akan nilai-nilai disekitar mereka. Suatu wujud untuk mewujudkan kemerdekaan pribadi mereka. Terlalu sempit jika kita melihat ini sebagai suatu trend yang berkembang. Tanpa melihat apa arti filosofi yang terkandung didalamnya. 

Ungkapan sub judul ini diambil dari dialog dari film “GARASI” yang diutarakan oleh Jajang C. Noer. Yah mereka yang menggunakan dan membuat tattoo dan piercing hanyalah seniman yang mencoba mengekspresikan diri melalui media tubuh manusia. Sebuah pemikiran kolot jika kemudian mengindetikan mereka sebagai berandalan, preman, krimnal atau sejenisnya.

Apakah tattoo dan piercing yang memegang senjata dan membunuh orang ? Apakah tattoo dan piercing yang tangannya gerayangan makan uang rakyat ? Apakah tattoo dan piercing yang menjual asset negri ini ke asing ? Apakah tattoo dan piercing yang menyebabkan begitu banyak kerusakan alam ?

Jawabannya jelas dan tegas bukan. Masih banyak preman, berandalan  dan criminal di negri ini. Tapi mereka tak bertatoo dan piercing. Tak tahu apakah karena emang bukan begitu lagi trendnya. Sekarang para criminal lebih rapi dengan bersafari dan berdasi.

TATTOO BUKAN KRIMINAL

0 komentar :

Post a Comment